Krisis Etika
Satu hal
yang saya perhatikan betul setiap bertemu dengan orang baru, adalah etikanya.
Tindak-tanduknya. Jika ia menunjukkan keluhuran budi, saya akan menghormati,
angkat topi setinggi-tingginya. Tetapi jika ia memperlihatkan sebaliknya, sungguh
ia telah jatuh sejatuh-jatuhnya di hadapan saya. Tak peduli apakah ia pejabat,
professor, atau bahkan orang terkaya di dunia.
Jika tak
percaya, silakan boleh dicoba. Awal menempati rumah baru, saya sudah membikin
gempar desa lantaran terop yang terpasang di depan rumah saya suruh bongkar.
Sebab mereka telah tanpa izin memasangnya. Meski pada akhirnya mereda setelah
mereka mengaku salah dan meminta maaf, saya anggap ini pelajaran etika bagi
siapapun tak terkecuali perangkat desa.
Dan
hari-hari berikutnya, saya semakin banyak menemukan orang-orang yang miskin
etika di kota baru ini. Maklum, saya tumbuh dan besar di daerah yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kesopanan dan kepatutan. Di Madura, bajingan sekali pun
menyapa orang yang ia temui di pinggir jalan, hormat pada kyai dan pemuka
agama, minta izin ketika melewati halaman rumah orang lain bahkan meski hanya
sekadar numpang parker atau membelokkan kendaraan.
Di kota
baru ini jarang saya temui. Mereka datang ke rumah dan menggedor-gedor pintu
tanpa mengucap salam. Terkadang berusaha memutar gagang pintu ketika gedoran
mereka tak segera ditanggapi. Krisis etika macam ini terjadi pada mereka yang
sudah kenyang dengan asam garam kehidupan. Jadi saya tak bisa membayangkan,
bagaimana dengan anak-anak mereka?
Saya tak
ingin menggeneralisir. Tapi nyatanya cukup sering saya temui. Murid-murid saya
di kelas menulis misalnya, yang keluar-masuk kelas tanpa izin, ngobrol sendiri
bahkan tertawa terbahak sementara saya di depan sedang menerangkan. Di Madura
pun sudah mulai terjadi, tapi tak sebanyak ini saya kira. Teknologi telah
mengubah mereka semua.
Di sebuah
video, seorang murid SD bahkan sudah berani melawan dan menantang gurunya.
Hendak memukul gurunya. Bayangkan, ini masih SD. Jadi fenomena yang menimpa
guru Budi, hemat saya telah lama terjadi di mana-mana. Ini seperti fenomena
gunung es, yang tak terliput media entah berapa banyak jumlahnya.
Etika,
adalah salah satu yang membedakan antara manusia dan binatang. Manusia tanpa
etika berarti telah merendahkan derajat kemanusiaannya. Ia tak akan memiliki
nilai, di hadapan manusia lainnya, terlebih di hadapan Tuhan. [rafif]
sumber gambar: bersamadakwah.net
0 Response to "Krisis Etika"
Posting Komentar