Perbedaan Orang Kafir dan Orang Beriman dalam Menyikapi Kesedihan
Kita tentu
pernah mendengar, bagaimana orang-orang di negara maju memilih bunuh diri saat
kesulitan menghimpit hidupnya. Mereka frustasi, mereka merasa tak mampu lagi
menanggung curamnya kepedihan. Mereka menganggap bahwa bunuh diri adalah
satu-satunya jalan keluar.
Mengapa
mereka berbuat demikian? Sebab mereka tidak memiliki kepercayaan, tentang Tuhan
yang akan meringankan penderitaan. Mereka hanya percaya pada sebab dan akibat.
Mereka menjadikan logika sebagai satu-satunya kebenaran. Saat mereka sudah
merasa tak berdaya, bunuh diri jawabannya. Karena mereka pun tak paham, bahwa
ada kehidupan setelah kematian, yang saat itulah semua perbuatan di dunia
dipertanggungjawabkan.
Sebaliknya
orang-orang beriman memiliki Tuhan. Sepedih apapun ujian, ia tak pernah hilang
harapan. Ia terus menengadahkan tangan, memohon kepada Tuhan, “Ya Allah,
berilah kemudahan. Angkatlah semua kesedihan.” Ia percaya bahwa Tuhan memiliki
rencana dengan segala ujian yang menimpa dirinya. Boleh jadi di dalamnya ada
kebaikan. Boleh jadi itu adalah pintu kebahagiaan. Seandainya pun itu tak
tercapai, semua kesedihan itu akan menggugurkan dosa-dosanya, sebab ia telah
bersabar menghadapinya.
Ia percaya
bahwa tidak ada kesedihan yang kekal sebagaimana tidak ada kebahagiaan yang
kekal. Jika hatinya telah terpaut pada Tuhan, mengerjakan apa yang
diperintahkanNya, menjauhi segala yang dilarangNya, lalu ia berharap rahmat
Tuhan tercurah padanya, agar kelak, pada kehidupan setelah kematian, Tuhan
menghadiahkannya surga. Surga yang digambarkan begitu, begitu indah, begitu
menenangkan.
Maka
berbahagialah kita yang masuk dalam golongan orang-orang beriman. Kita tak
pernah putus asa, karena kita tahu Tuhan melihat segalanya. Segala kesedihan
itu. Dia telah berjanji tak akan memberikan kita ujian di luar kesanggupan kita
memikulnya. Dan kita berdoa, “Sungguh hamba tak meminta agar diringankan ujian
ini. Hamba meminta agar dikuatkan pundak ini untuk memikulnya.” Sebagaimana
dulu kita bersekolah, kita tak pernah meminta soal ujian dibuat mudah, tetapi
kita belajar lebih keras agar bisa menjawab semua soal itu dengan mudah.
Dan ujian
itu, adalah syarat agar kita naik kelas. Tak ada kenaikan kelas bagi yang tidak
mengikuti ujian.[rafif]
sumber gambar: islamidia.com
0 Response to "Perbedaan Orang Kafir dan Orang Beriman dalam Menyikapi Kesedihan"
Posting Komentar