Buku, Sahabat Terbaikku
“Buku
adalah temanku,” kata Bung Hatta saat dipenjara di Boven Digul, Papua.
“Buku-buku menjadi temanku dan pastilah (penjara) ini merupakan tempat tenang
untuk belajar. Selama aku memiliki buku, aku dapat tinggal di mana saja.”
Bung Hatta
adalah salah satu pembaca ulung yang dimiliki bangsa ini. Ke Boven Digul, ia
membawa serta peti-peti berisi buku, menemani hari-harinya di pengasingan.
Selama bersama buku, ia merasa tak pernah kesepian, tak pernah sendirian.
Jiwanya tak berubah. Semangatnya tak berkurang.
Fisiknya tidaklah lemah.
Justru saat
dipenjaralah, Bung Hatta memiliki lebih banyak waktu untuk membaca. Menyelami
samudera kata-kata, merenung, dan melahirkan karya-karya yang dicatat sejarah
dengan tinta emas.
Baginya, penjara justru menjadi tempat paling tepat untuk
belajar dan melahirkan karya-karya besar.
Seseorang,
yang telah lekat berkarib dengan buku seperti Bung Hatta, tak pernah pilih
tempat untuk membaca. Kemanapun pergi, buku selalu dibawa. Sebagaimana sahabat
dengan sahabatnya.
Kepadanya ia meminta nasihat. Kepadanya ia meminta pendapat.
Buku memberikan semua yang kita butuhkan. Tanpa keluh kesah dan imbalan.
Hari-hari
bersama buku adalah hari-hari penuh energi dan harapan. Kita menangis sebagaimana
tokoh fiksi yang ada dalam buku menangis. Sehingga mengasah empati dan naluri
kemanusiaan. Kita bersemangat seperti letupan-letupan kalimat dalam buku
motivasi. Kita tertarik untuk berpikir mendalam sebagaimana diajarkan buku-buku
filsafat. Kita semakin taat kepada Tuhan berkat nasihat-nasihat dari buku
keislaman.
Kita
semakin mencintai buku, setelah membaca buku tentang buku.
Lalu kita
semakin larut dalam buku. Hari ini lebih baik dari hari kemarin karena
bertambahnya ilmu. Aktivitas membaca menjadikan kualitas diri kita semakin
meningkat. Semakin banyak membaca buku semakin banyak kita mengenal dan
memahami dunia.
Lalu kita
semakin keranjingan. Seperti seorang sahabat, buku membua kita ingin selalu
dekat. Dalam banyak kesempatan kita memabwa buku, membacanya. Bahkan intensitasnya
lebih dari seorang sahabat. Kita membaca di sela-sela istirahat, kita membaca
saat senggang, kita membaca di tengah-tengah menyelesaikan pekerjaan, kita
membaca di penghujung malam. Buku bukan hanya menghibur, mentransfer ilmu,
tetapi juga mengajak kita berpetualang ke dunia-dunia realis dan imajinatif.
Buku mengajak kita berkenalan dengan banyak tokoh besar, menyelami pikiran
mereka, berdialog bersama mereka.
Jika
demikian, buku lebih dari seorang sahabat? [rafif]
sumber gambar: tabletmag.com
0 Response to "Buku, Sahabat Terbaikku"
Posting Komentar