Kafe Buku, Bisnis Terkeren Sepanjang Masa
Setiap
pecinta buku yang punya hobi bisnis, saya yakin tertarik dengan ide ini. Kafe
buku. Sebuah kafe sekaligus toko atau persewaan buku. Bisnis yang menggabungkan
idealism dan pasar. Terdengar sangat menarik.
Apalagi
saat ini, warung kopi menjamur dimana-mana, kafe-kafe tak pernah sepi. Jelas
sekali peluang ada. Nah, kalau disekelilingnya ditambah buku, akan punya nilai
tambah. Selain diversifikasi usaha, juga upaya edukasi masyarakat untuk
mencintai literasi.
Di dalam
kafe nanti bisa diselingi acara bedah buku, jumpa penulis, pelatihan menulis,
nonton film yang diangkat dari novel best seller, dan hal lain yang berkaitan
dengan literasi. Orang-orang yang ada di kafe akan asyik nongkrong
berlama-lama, menghirup segelas kopi panas, sambil membaca buku dan menikmati
lagu-lagu jazz yang mengalun lembut.
Semua itu
ada dalam impian saya. Tetapi kenyataan tak selalu seindah impian.
Saya senang
begitu ada orang yang ingin mneyewa tempat di depan toko buku Cahaya Pustaka.
Senang karena tempat itu akan dijadikan warung kopi. Pasti toko buku dan
perpustakaan saya juga ikut ramai, pikir saya.
Tetapi,
setahun berlalu. Penikmat kopi yang mau singgah ke toko bisa dihitung jari.
Mereka tak tertarik dengan buku. Mereka merasa lebih asyik dengan smartphone di
tangan, menikmati fasilitas wifi dengan game online dan internetan. Bukan buku.
Mungkin
asumsi saya salah. Namun saya mulai berpikir, bahwa tidaklah mudah memadukan
kafe dengan toko buku. Terlalu segmented. Yang hadir di sana barangkali hanya
penulis dan pecinta buku. Selain dari dua golongan itu, barangkali tetap akan
nongkrong tanpa sedikit pun menyentuh buku. Mereka akan lebih menikmati
mengotak-atik gawai kesayangan. Dan itu tidak masalah. Setidaknya, ketika
mereka menoleh ke kanan-kiri-depan-belakang, semua yang dilihat buku. Bisa jadi
itu akan masuk ke alam bawah sadar dan perlahan membuat mereka tertarik dengan
buku.
Jika target
itu tercapai, menurut saya sudah sangat luar biasa. Hanya saja masalahnya.
Banyak dari mereka, pelanggan kafe dan warung kopi itu yang risih melihat buku.
Kita tahu bahwa sulit bagi seseorang mendatangi tempat yang membuatnya risih.
Ia akan lebih nyaman pergi ke kafe atau warung kopi lain yang di sekitarnya tak
ada buku.
Namun
demikian, cerita ini sama sekali tak menyurutkan impian saya. Kafe buku bagi
saya masih satu-satunya usaha terkeren sepanjang masa. Mungkin karena bagi
saya, ia sekaligus menjadi tempat paling mengasyikkan sedunia. Sangat mendukung
profesi saya sebagai penulis. Di tempat itulah akan lahir banyak ide menarik
yang ternilai harganya.
Saya
membayangkan kafe buku itu nanti memiliki dinding kaca dan dari baliknya
terlihat pemandangan alam yang begitu indah. Duduk dengan tumpukan buku di meja
sebelah kanan, segelas teh panas di meja sebelah kiri, dan laptop yang siaga
penuh. Lalu, mulai menulis! [rafif]
0 Response to "Kafe Buku, Bisnis Terkeren Sepanjang Masa"
Posting Komentar