Buku-Buku yang Tak Tersentuh
Saya sudah
membaca ribuan buku. Mulai buku filsafat hingga buku humor. Lintas genre.
Lintas disiplin ilmu. Tapi saya masih merasa, begitu banyak buku-buku penting dan
bagus yang belum saya baca. Mungkin, ribuan kali lipat jumlahnya.
Sebagian
buku-buku itu, jangankan menyentuhnya, melihat covernya saja belum pernah.
Bahkan saya yakin, banyak pula yang belum pernah saya dengar judulnya. Padahal
mereka yang telah membaca dan medalaminya sepakat, bahwa buku-buku itu adalah
mahakarya.
Lantas
kemudian, apakah saya berdosa? Apakah saya harus membaca semua buku itu?
Saya rasa,
tidak. Saya memiliki minat tinggi dalam membaca buku-buku kategori tertentu,
sebagian sedang, sebagian rendah sekali. Khusus yang rendah sekali ini, pengetahuan
saya tentang judul-judul buku bagus dalam kategori tersebut tentu minim sekali.
Jadi, saya
kira juga wajar jika ada seorang anak alay yang menulis begini: “Pramoedya itu
siapa sih? Cuman penulis baru terkenal kayaknya… masih untung dijadiin film,
dan si Iqbal mau meranin karakternya. Biar laku bukunya.” Tulisan tersebut
kemudian viral dan bikin heboh jagad media sosial.
Si anak
alay tersebut, entah siapa namanya, wajar tak mengenal sosok Pramoedya Ananta
Toer dan karyanya, Bumi Manusia. Sebab, selain mungkin ia belum lahir di zaman
Pram masih hidup, ia bukanlah tipikal pembaca sastra “berat” seperti tetralogi
Bumi Manusia. Ia mungkin lebih akrab dengan buku-buku Tere Liye, Radita Dika,
Pidi Baiq, dan sejenisnya.
Jadi, tak
perlu dibully habis-habisan. Toh, dia juga bukan sastrawan. Dan (mungkin) juga
bukan penulis? Sehingga tidak harus tahu “Bumi Manusia” itu makhluk apa.
Kalaupun itu ada di pelajaran Bahasa Indonesia, mungkin ia kurang memperhatikan
dan merasa tak perlu mendengarkan. Ia bukan penulis, bukan sastrawan, juga
bukan pembaca kelas berat.
Kecuali dia
mengaku sastrawan. Pasti lucu jika tak kenal nama besar Pramoedya Ananta Toer
yang sempat berkali-kali menjadi kandidat Nobel Sastra Itu. Sama halnya seperti
penulis FLP tak kenal nama Helvy Tiana Rosa atau Afifah Afra.
Setiap
orang memiliki dunianya. Dan ia akan terus mengitari dunia sempitnya itu
sehingga kadang tak mengetahui keberadaan “dunia luar”. Inilah yang saya maksud
dengan minat dan ketersentuhan itu.
Teman saya,
ada yang mengoleksi buku-buku kiri, sehingga mungkin pengetahuannya sedikit
tentang buku-buku kanan. Pun sebaliknya. Tetapi ada yang membaca keduanya,
meski tetap saja lebih banyak buku yang belum ia ketahui dan belum ia baca.
Setiap hari
ribuan buku terbit di seluruh dunia dan sejak mesin cetak ditemukan mungkin
sudah ada milyaran judul buku yang pernah beredar. Sementara jatah hidup
manusia kira-kira 60 tahun. Kalau ia membaca sejak usia 5 tahun, berarti ada 55
tahun waktu untuk membaca. Jika dalam sehari ia membaca 1 buku, dalam setahun
sudah 365 buku. Kalikan 55 tahun, hanya sekitar 20 ribu buku! Masih jauh.
Oleh
karenanya, mustahil ada orang yang membaca seluruh buku yang ada di dunia sejak
zaman purba. Mungkin didasari itulah, Peter Boxall menyusun daftar 1001 Buku yang Harus Dibaca Sebelum Kamu
Mati, atau Iboekoe menerbitkan Seratus
Buku Sastra Indonesia yang Patut Dibaca Sebelum Dikuburkan. Agar lebih
ringkas, dan lebih mungkin untuk dikhatamkan.
Tetapi saya
tidak mengikuti jejak teman saya mengoleksi dan membaca buku-buku dalam daftar
tersebut. Buku bagus menurut saya karena buku tersebut memang bagus menurut
saya. Tak lebih. Tak kurang. [rafif]
sumber gambar: pinterest
0 Response to "Buku-Buku yang Tak Tersentuh "
Posting Komentar