Kitab Puisi Penyair Dunia
Saya adalah penikmat puisi. Saya pengagum puisi sejak kecil. Saya menulis puisi sejak SD. Saya telah membaca, entah, mungkin sudah ribuan puisi. Termasuk di antaranya kumpulan puisi karya Nobelis Sastra, Pablo Neruda, yang berjudul Seratus Soneta Cinta. Dan saya tidak mendapatkan apa-apa, kecuali kebosanan yang menyeruak tiba-tiba. Entah, saya berprasangka baik, mungkin mood saya ketika itu kurang baik atau penerjemahnya yang kurang tepat menafsirkan.
Belajar dari pengalaman itu, saya pesimis ketika mulai membuka lembaran buku ini. Tapi sekaligus penasaran. Karena ketika saya bolak-balik, penerjemahnya bukan sembarang orang. Mulai dari Sapardi Djoko Damono, Abdul Hadi WM, Ikranagara, hingga Taufiq Ismail. Terutama sekali, Abdul Hadi WM saya kenal sebagai penerjemah buku-buku sastra yang cukup baik.
Maka saya pun memutuskan untuk membaca 1-2 judul yang dibuka dengan sajak-sajak Rabindranath Tagore. Tapi menurut saya belum ada yang menarik. Mungkin Tagore memang lebih baik menulis cerpen atau novel saja. Saya lanjutkan membaca, lembar demi lembar. Dan saya mulai menemukan beberapa sajak yang membuat saya jatuh cinta. Akan saya ceritakan beberapa.
Sajak Gabriela Mistral berjudul Kearifan, adalah sajak pertama dalam buku ini yang membuat saya terpesona. “Kini kutahu mengapa kupunya dua puluh musim panas matahari di dalam kepalaku dan dianugerahkan kepadaku untuk memetik bunga-bunga di padang.” Begitulah Mistral membuka sajaknya. Diterjemahkan dengan baik oleh Abdul Hadi WM.
Selanjutnya sajak naratif yang cukup panjang karya Saint-John Perse, Nobelis sastra 1960. Judulnya Anabasis, terjemahan Sapardi Djoko Damono, membuat saya terpukau. Ada lagi karya Czeslaw Milosz berjudul Nyanyian Tentang Hari Kiamat, Titik Mula Puisi karya Octavio Paz. Paz memang penyair hebat, saya cukup banyak mengenal karyanya. Oleh karenanya ia bisa menulis, “Puisi adalah puncak pencapaian derita penyair…”
Sajak yang lain adalah karya Derek Walcott, berjudul Agustus Kelam. Simaklah sebaris sajaknya berikut ini: aku sudah belajar mencintai hari-hari kelam seperti mencintai hari-hari terang. Begitu indah, dan kuat!
Yang terakhir, agak asing bagi saya untuk menyebut namanya. Ia, Wislawa Szymborska, sajaknya Teroris-Teroris yang Ia Lihat sanggup menggambarkan peristiwa ledakan dan detik-detik yang mendahuluinya melebihi narasi sebuah cerpen atau novel. Setiap baris dari sajaknya adalah ketegangan yang fluktuatif, menuju klimaks!
Rafif, 29 April 2014. 08.01 wib
Review Antologi Puisi Nobel. Bentang Budaya.248 halaman. Karya Nobelis Sastra
0 Response to "Kitab Puisi Penyair Dunia"
Posting Komentar