Menggabungkan Dua Ide Menjadi Sebuah Cerita
Cerpen pertama saya yang dimuat di koran, Lelaki Keseratus, bisa dibilang lahir dari proses pengendapan ide yang cukup panjang. Awalnya, saya hanya menemukan sebuah kalimat pembuka yang menurut saya fantastis. Kalimat pembuka yang mempermudah saya menciptakan alur.
Namun, saya tak kunjung merealisasikannya menjadi sebuah cerpen. Kalimat pembuka itu mengendap begitu lama. Dan seringkali terngiang-ngiang begitu saja, tanpa disengaja.
Kemudian saya teringat tentang sebuah hadis yang menyebutkan bahwa orang munafik itu sangat berat melakukan shalat subuh berjamaah.
Ide dasar itu kemudian saya coba kembangkan. Saya tulis dan saya biarkan mengalir begitu saja. Sehingga lahirlah Lelaki Keseratus. Bisa dikatakan sebagai kritik sosial-relijius dan pemaknaan terhadap dalil naqli yang saya sebutkan tadi.
Apa yang saya alami ini tidak jauh berbeda dengan Stephen King. Novel Pertamanya, Carrie juga lahir dari dua ide yang bahkan sama sekali gak nyambung. Ia memperhatikan sebuah pancuran yang digunakan untuk mandi yang mempunyai cincin-U dari kromium dengan tirai plastik merah jambu yang dikaitkan di sana. Ide itu ia endapkan dan jadilah sebuah paragraf pembuka untuk cerita yang ia sendiri, pada mulanya, tak tahu akan menjadi seperti apa. Lalu ide kedua muncul saat ia teringat tentang artikel di majalah Life, yang mengatakan bahwa fenomena telekinesis dapat menimpa anak-anak muda khususnya gadis remaja yang pertama kali mendapatkan menstruasi. Dua ide melahirkan Carrie yang reviewnya bisa dilihat di sini.
Begitulah, dua ide atau lebih, yang bahkan bertolak belakang sekalipun bisa digabung menjadi sebuah cerita yang keren. Hal yang perlu kita lakukan adalah fokus pada ide pertama, ide berikutnya biasanya akan muncul dengan sangat tiba-tiba dan ketika kita merasa sebuah dentuman "Aha!" maka saat itulah cerita itu siap ditulis. Ide-ide yang lain akan turut serta tak jarang saat kita sudah mulai menulis. Jika sudah mentok, hentikan sementara, sambil terus mengendapkannya dalam kepala, dan saat "Aha!" mulai datang lagi, lanjutkan menulis. Cerita itu akan menjadi cerita yang luar biasa. (@RafifAmir)
Aku inginkan laki-laki shaleh itu!Jika tokoh utama dalam sebuah cerita, memiliki ambisi atau impian yang jelas, maka akan semakin mudah untuk membuat alur dan membangun konfliknya, itu yang saya yakini. Apalagi, kalimat pembuka saya itu cukup unik-- setidaknya menurut saya, seorang wanita "agresif" dan ambisius yang menginginkan seorang lelaki shaleh.
Namun, saya tak kunjung merealisasikannya menjadi sebuah cerpen. Kalimat pembuka itu mengendap begitu lama. Dan seringkali terngiang-ngiang begitu saja, tanpa disengaja.
Kemudian saya teringat tentang sebuah hadis yang menyebutkan bahwa orang munafik itu sangat berat melakukan shalat subuh berjamaah.
Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh (HR. Bukhari)Tiba-tiba saya terpikir, bagaimana jika dua ide ini digabung. Kalimat pembuka yang unik dan pengejawantahan hadis. Kata kuncinya ada dua: "shaleh" dan "shalat subuh". Sehingga menjadi kurang lebih begini: wanita yang menginginkan laki-laki shaleh itu dan memata-matainya tiap berangkat shalat, tak pernah sekalipun melihat si lelaki shalat subuh berjama'ah. Ketika si wanita mencoba menggoda, ternyata si lelaki dengan begitu mudah jatuh dalam pelukannya.
Ide dasar itu kemudian saya coba kembangkan. Saya tulis dan saya biarkan mengalir begitu saja. Sehingga lahirlah Lelaki Keseratus. Bisa dikatakan sebagai kritik sosial-relijius dan pemaknaan terhadap dalil naqli yang saya sebutkan tadi.
Apa yang saya alami ini tidak jauh berbeda dengan Stephen King. Novel Pertamanya, Carrie juga lahir dari dua ide yang bahkan sama sekali gak nyambung. Ia memperhatikan sebuah pancuran yang digunakan untuk mandi yang mempunyai cincin-U dari kromium dengan tirai plastik merah jambu yang dikaitkan di sana. Ide itu ia endapkan dan jadilah sebuah paragraf pembuka untuk cerita yang ia sendiri, pada mulanya, tak tahu akan menjadi seperti apa. Lalu ide kedua muncul saat ia teringat tentang artikel di majalah Life, yang mengatakan bahwa fenomena telekinesis dapat menimpa anak-anak muda khususnya gadis remaja yang pertama kali mendapatkan menstruasi. Dua ide melahirkan Carrie yang reviewnya bisa dilihat di sini.
Begitulah, dua ide atau lebih, yang bahkan bertolak belakang sekalipun bisa digabung menjadi sebuah cerita yang keren. Hal yang perlu kita lakukan adalah fokus pada ide pertama, ide berikutnya biasanya akan muncul dengan sangat tiba-tiba dan ketika kita merasa sebuah dentuman "Aha!" maka saat itulah cerita itu siap ditulis. Ide-ide yang lain akan turut serta tak jarang saat kita sudah mulai menulis. Jika sudah mentok, hentikan sementara, sambil terus mengendapkannya dalam kepala, dan saat "Aha!" mulai datang lagi, lanjutkan menulis. Cerita itu akan menjadi cerita yang luar biasa. (@RafifAmir)
0 Response to "Menggabungkan Dua Ide Menjadi Sebuah Cerita"
Posting Komentar