Pilih Baca atau Makan?
Kalau ada uang sedikit, saya beli buku. Kalau masih ada sisanya, saya beli makanan dan pakaian (Desiderius Erasmus)
Mungkin kita beranggapan perkataan Deiderius Erasmus "setengah gila". ia menomorsatukan buku ketimbang makanan dan pakaian, yang notabene selama ini kita yakini sebagai kebutuhan primer setiap orang. tidak baca buku sebulan, setahun, atau bahkan seumur hidup mungkin tidak akan membuat kita mati tapi jangan coba-coba tidak makan seminggu saja. kalau sudah lemas dan sekarat mana bisa membaca?
Yang akan kita bicarakan bukan tentang makanan dan pakain sebagai kebutuhan, tetapi membeli makanan dan pakaian sebagai gaya hidup atau bersenang-senang. misalkan kita punya uang lebih setelah sebagaian disisihkan untuk kebutuhan hidup selama sebulan. kebutuhan-kebutuhan yang pokok. manakah yang kita prioritaskan untuk membelanjakan uang sisa itu: membeli buku atau membeli makanan dan pakaian?
Inilah yang akan kita jawab bersama. buku, apalagi buku-buku "berat" mungkin tidak akan membuat kita senang. tetapi makanan dan pakaian akan membuat kita menikmati hidup. tetapi bukankah penentu keberhasilan hidup seseorang bukan seberapa banyak senang dan tidak senang. kita mungkin cukup puas makan sepiring nasi dengan lauk "berkelas", tetapi setelah merasa kenyang kita tak mendapatkan nikmat saat menyantap makanan lezat lainnya.
Berbeda dengan buku yang notabene nutrisi bagi akal dan hati. Ilmu tidak akan pernah mengenyangkan bagi keduanya. Lagipula, buku mengajarkan banyak hal kepada kita tentang hidup. buku membuat kita kaya jiwa, dapat mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk kita, membuat hidup kita lebih berkualitas. Sedangkan makanan hanya akan menambah berat badan kita, itu pun kalau tidak justru membawa penyakit. Dan pada akhirnya kita buang lagi menjadi, maaf, kotoran. Namun ilmu yang kita serap melalui buku tak akan pernah sia-sia, justru akan menjadi manfaat berlipat-lipat ketika kita tularkan pada yang lain. Akan mendatangkan kebaikan ketika kita ajarkan.
Tapi, terserah Anda jika tetap ingin membelanjakan uang sisa itu untuk makanan yang banyak. Jasad Anda kenyang tapi akal dan hati Anda lapar. Dan jika keduanya mati, jasad Anda tak ada artinya lagi.
Lantas bagaimana supaya dapat merasakan lezatnya membaca seperti halnya makan atau bahkan merasakan kelezatan yang lebih daripada makan? pertama, kita harus ubah persepsi bahwa kelezatan selalu bersumber dari jasad. Pernahkah Anda membaca al-Quran kemudian merasakan kelezatannya? bahkan terkadang membuat perut Anda yang lapar tiba-tiba menjadi kenyang? Benar, seperti itulah jika Anda ingin merasakan kelezatan membaca.
Bersungguh-sungguhlah, biasakan, serap ilmunya hingga Anda benar-benar merasakan manfaatnya. Jika sudah demikian, Anda tak perlu menyediakan camilan di rumah, cukup sebuah buku di meja makan dan Anda akan merasa sudah sangat kaya.
Mungkin kita beranggapan perkataan Deiderius Erasmus "setengah gila". ia menomorsatukan buku ketimbang makanan dan pakaian, yang notabene selama ini kita yakini sebagai kebutuhan primer setiap orang. tidak baca buku sebulan, setahun, atau bahkan seumur hidup mungkin tidak akan membuat kita mati tapi jangan coba-coba tidak makan seminggu saja. kalau sudah lemas dan sekarat mana bisa membaca?
Yang akan kita bicarakan bukan tentang makanan dan pakain sebagai kebutuhan, tetapi membeli makanan dan pakaian sebagai gaya hidup atau bersenang-senang. misalkan kita punya uang lebih setelah sebagaian disisihkan untuk kebutuhan hidup selama sebulan. kebutuhan-kebutuhan yang pokok. manakah yang kita prioritaskan untuk membelanjakan uang sisa itu: membeli buku atau membeli makanan dan pakaian?
Inilah yang akan kita jawab bersama. buku, apalagi buku-buku "berat" mungkin tidak akan membuat kita senang. tetapi makanan dan pakaian akan membuat kita menikmati hidup. tetapi bukankah penentu keberhasilan hidup seseorang bukan seberapa banyak senang dan tidak senang. kita mungkin cukup puas makan sepiring nasi dengan lauk "berkelas", tetapi setelah merasa kenyang kita tak mendapatkan nikmat saat menyantap makanan lezat lainnya.
Berbeda dengan buku yang notabene nutrisi bagi akal dan hati. Ilmu tidak akan pernah mengenyangkan bagi keduanya. Lagipula, buku mengajarkan banyak hal kepada kita tentang hidup. buku membuat kita kaya jiwa, dapat mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk kita, membuat hidup kita lebih berkualitas. Sedangkan makanan hanya akan menambah berat badan kita, itu pun kalau tidak justru membawa penyakit. Dan pada akhirnya kita buang lagi menjadi, maaf, kotoran. Namun ilmu yang kita serap melalui buku tak akan pernah sia-sia, justru akan menjadi manfaat berlipat-lipat ketika kita tularkan pada yang lain. Akan mendatangkan kebaikan ketika kita ajarkan.
Tapi, terserah Anda jika tetap ingin membelanjakan uang sisa itu untuk makanan yang banyak. Jasad Anda kenyang tapi akal dan hati Anda lapar. Dan jika keduanya mati, jasad Anda tak ada artinya lagi.
Lantas bagaimana supaya dapat merasakan lezatnya membaca seperti halnya makan atau bahkan merasakan kelezatan yang lebih daripada makan? pertama, kita harus ubah persepsi bahwa kelezatan selalu bersumber dari jasad. Pernahkah Anda membaca al-Quran kemudian merasakan kelezatannya? bahkan terkadang membuat perut Anda yang lapar tiba-tiba menjadi kenyang? Benar, seperti itulah jika Anda ingin merasakan kelezatan membaca.
Bersungguh-sungguhlah, biasakan, serap ilmunya hingga Anda benar-benar merasakan manfaatnya. Jika sudah demikian, Anda tak perlu menyediakan camilan di rumah, cukup sebuah buku di meja makan dan Anda akan merasa sudah sangat kaya.
0 Response to "Pilih Baca atau Makan?"
Posting Komentar