Membaca Dulu, Baru Menulis
Membaca adalah proses menuangkan air ke dalam teko. Menulis adalah menuangkan isi teko ke dalam gelas. Agar bermanfaat, dinikmati banyak orang.
Apa yang bisa dikeluarkan oleh teko yang kosong? Tak ada. Seperti itulah perumpamaan orang yang ingin menulis tapi tidak membaca.
Tetapi bukankah ide tidak harus dari bacaan? Benar. Ide bisa berasal dari semua yang ditangkap oleh indera. Tapi seni merangkainya, mengalihwujudkannya menjadi tulisan diperoleh dari intensitas membaca yang cukup.
Dan yang terpenting, rangsangan atau gairah untuk menulis seringkali dipicu karena minat membaca yang tinggi. Oleh karena itu, membaca dulu, menulislah kemudian. Jangan dibalik.
Itulah yang saya terapkan dalam kelas #60HMB yang saya ampu. Ada tugas membaca buku setiap hari. Membaca harus lebih banyak dari menulis. Mereka yang konsisten membaca setiap hari, biasanya akan lebih mudah mengalirkan tulisannya.
Di kelas menulis anak, saya juga menemukan bahwa mereka yang paling banyak menulis dan tulisannya bagus adalah mereka yang membaca paling banyak. Jadi benar, bahwa membaca buku akan meningkatkan produktivitas dan kualitas tulisan kita.
Kalau ingin jadi penulis, syaratnya harus banyak baca. Kalau belum suka baca, dilatih dulu agar suka baca. Agar minat bacanya tinggi. Nanti minat menulisnya akan mengikuti.
Bagaimana agar minat baca tinggi? Seperti kata pepatah jawa _witing tresno jalaran soko kulino_. Bawalah buku kemana-mana. Lihatlah buku dimana-mana.
Sidoarjo, 2 Februari 2020
0 Response to "Membaca Dulu, Baru Menulis "
Posting Komentar