Lawan Hoaks dengan Menulis
Saya amati, mereka yang suka menyebar hoaks adalah para pemalas. Setidaknya, malas menulis. Setiap ada broadcast, yang sekira cocok dengan pendapatnya, langsung share, disebar.
Tak perlu diteliti lagi. Tak perlu dimasukkan nalar. "Saya lihat isinya baik kok, mengajak pada kebaikan," katanya menggebu-gebu. Kalau sudah begini, yang main adalah ranah perasaan. Bukan akal. Tak bisa lagi diajak berpikir logika sederhana. Apalagi yang jelimet-jelimet. Tambah ambyar!
Padahal, kalau mereka mau riset kecil-kecilan. Tinggal copas tulisan BC itu ke Google, lalu cek di halaman pertama. Biasanya, BC viral yang hoaks akan mendapat klarifikasi dari media arus utama. Mereka juga bisa melihat bahasa yang digunakan. Ada sebuah BC provokatif yang menyebutkan Aa Gym sebagai penulisnya. Lihat, apakah mungkin Aa Gym menulis dengan bahasa yang provokatif? Coba cek di akun resmi beliau. Biasanya jika ada tokoh yang namanya dicatut dalam sebuah tulisan hoaks, beliau akan memberikan klarifikasi langsung di akun resmi.
Yang diperlukan, hanya perlu sedikit kemampuan untuk menahan. Tidak langsung main sarser-sarser. Meski kamu merasa "tulisan itu gue banget". Kalau kamu punya pendapat yang mirip, ya mending tulis saja sebagai opini pribadi. Cantumkan namamu sebagai penulis. Itu jauh lebih baik. Tulis saja uneg-unegmu. Apa yang kamu ketahui. Apa yang kamu alami. Seperti saat kamu ngobrol asyik di warung kopi.
Gak pede? Lalu lebih pede menyebarkan berita bohong gitu? Biar lebih pede, coba latihan menanggapi tulisan yang kamu tidak sependapat dengan isinya. Bisa artikel atau berita. Komentarnya agak panjang. Minimal 150 kata. Latihan seperti itu, minimal 10 kali dalam sehari.
Percayalah, dalam sepekan kamu akan lebih mahir menulis opini.
Sidoarjo, 6 Juni 2020
0 Response to "Lawan Hoaks dengan Menulis"
Posting Komentar