4 Sumber Tokoh Fiksi yang "Berbahaya"
Penokohan menjadi kunci utama keberhasilan karya fiksi. Karena itu, setiap pengarang hendaknya menyiapkan tokoh-tokohnya dengan matang. Mereka harus mempunyai karakter, sikap, kehendak, dan impian. Hal-hal itulah yang akan membentuk peristiwa. Tugas pengarang hanya memilih satu dari sekian banyak kemungkinan yang dihadapi tokoh. Sesuatu yang paling sulit, mungkin juga brutal dan sadis.
Salah memilih tokoh akan membuat cerita menjadi hambar. Tidak berkembang. Atau bahkan stuck di tengah jalan. Dan ini sering terjadi. Pengarang fokus pada konflik, pada alur cerita. Bahkan sudah membuat kerangka sedemikian rupa. Tapi ia lupa, bahwa setiap peristiwa tidak bergerak sendiri. Tokohlah yang menciptakan peristiwa itu. Sehingga cerita menjadi masuk akal, mengalir, dan karenanya dapat dinikmati.
Ada 4 sumber tokoh yang biasa dipakai: orang asing, orang yang dikenal, diri sendiri, atau imajinasi. Yang relatif paling mudah adalah tokoh yang bersumber dari diri sendiri atau orang yang dikenal. Tapi keempatnya memiliki potensi bahaya yang sama.
Jika mencoba menggunakan orang yang tak dikenal atau orang asing, pengamatan mutlak diperlukan. Cari sisi unik. Tangkap peristiwa menarik. Misal kita pergi ke mal. Lalu melihat seorang perempuan obesitas. Mungkin itu unik, tapi terlalu banyak perempuan obesitas. Eh, ternyata ia punya 4 anak yang masih kecil. Satu orang ia gendong di sebelah kiri, satu di sebelah kanan, satu di belakang, dan satu orang lagi dimasukkan troli. Ini menarik. Pikiran kita bisa masuk dan berkelana dalam kehidupannya. Untuk itu kita perlu riset kecil-kecilan. Kondisi-kondisi apa yang kerap dialami seorang perempuan obesitas dengan empat orang anak. Dan bagaimana itu semua membentuk perilakunya.
Jadi tidak sekadar mengamati. Apalagi pengamatan yang asal-asalan. Kita ingin mengambil tokoh seorang Papua, tapi kita tak berusaha mencari tahu bagaimana adat dan budaya Papua. Ini akan berpontensi besar membuat cerita gagal. Satu saja terjadi kesalahan logika yang dilakukan tokoh, akan membuat pembaca sulit untuk percaya. Lalu ia akan membuang cerita itu ke keranjang sampah.
Sumber tokoh berikutnya adalah orang yang dikenal. Yang kita kenal tentu sebatas yang kita lihat dan kita dengar dari cerita-cerita mereka. Tapi kita tidak mengetahui detail isi pikiran mereka. Bahkan kita tidak mengetahui motif-motif dalam setiap tindakan mereka. Naifnya, kita mengambil seluruh kisah mereka persis seperti yang kita ketahui. Kita lupa, bahwa fiksi dan kehidupan nyata adalah dua hal berbeda. Dalam kehidupan nyata, kadang ada hal-hal yang tak dapat dinalar, tapi dalam fiksi semua harus dapat dinalar. Dalam fiksi, kita harus bisa menjangkau setiap yang tak terlihat yang berkaitan dengan peristiwa.
Karena itu, hadirkan tokoh yang dikenal sebagian saja. Lalu sisanya, gunakan imajinasi. Sehingga peristiwa yang tercipta nantinya pun akan berbeda.
Sama halnya jika kita menggunakan tokoh yang bersumber dari diri sendiri. Sisakan ruang untuk sesuatu yang berbeda. Itu akan membuat kita melakukan eksplorasi; berusaha menyelami jiwa yang baru. Kisah dan karakter yang sama persis dengan diri kita, akan terlalu mudah ditebak, dan menjadi tidak menarik bagi yang sudah mengetahui alurnya. Hanya akan menjadi pengulangan yang membosankan.
Sumber tokoh fiksi yang terakhir adalah, imajinasi. Tokoh itu murni rekaan. Seolah kita menciptakan manusia baru yang sama sekali tak dikenal. Pengarang dituntut untuk memasukkan unsur-unsur yang menarik ke dalam dirinya. Lalu merancang kepribadiannya secara utuh. Ia harus bisa digerakkan dan menggerakkan cerita. Ia tak boleh pasif. Jika ia diam, maka cerita akan bergerak dari satu kebetulan ke kebetulan lainnya. Jika itu terjadi, maka karya fiksi Anda bisa dipastikan tamat riwayatnya.
Sidoarjo, 8 Juli 2020
0 Response to "4 Sumber Tokoh Fiksi yang "Berbahaya""
Posting Komentar