Menulis Tanpa Beban
“Bagaimana kita akan mengungkapkan dan merangkai
pikiran yang berkualitas jika belum terlatih dalam membuang pikiran yang tak
berkualitas?”
Sebuah kalimat di bagian awal buku ini menarik
perhatian saya. Membuang pikiran yang tak berkualitas. Bukankah itu seharusnya
mudah? Seperti halnya kita (maaf) membuang kotoran. Kita tak perlu melakukaan
telaah, kontemplasi, dan aktivitas-aktivitas berpikir lainnya. Kita hanya
tinggal menumpahkannya, seperti ketika kita marah dan ingin mengumpat. Kita
tinggal menuliskannya dengan emosi yang meledak-ledak.
Ternyata, kata Hernowo—penulis buku ini—itulah sebenarnya
konsep free writing, yang dicetuskan
pertama kali oleh Vygotsky. Kemudian dilanjutkan dan dikembangkan oleh
Pennebaker, Elbow, dan Goldberg.
Natalie Goldberg dan Peter Elbow memberikan sebuah
metode singkat free writing yang bisa
mengubah paradigma kita tentang menulis: “Gerakkan terus tanganmu. Jangan
berpikir. Tidak mesti logis. Jangan membaca lagi yang sudah ditulis. Jangan
memperbaiki. Terus saja menulis hingga alarm berbunyi. Rasakan (nikmati)
prosesnya dan abaikan hasilnya.” Ada tiga kata kunci yang bisa saya ambil dari
metode singkat itu: “menulis cepat”, “fokus”, “abaikan PUEBI”.
Proses memperbaiki atau menyunting dilakukan setelah
itu. bukan pada saat menulis. Colin Rose memberikan tips menyunting yang
menarik. Menurutnya, menyunting yang terbaik adalah di pagi hari. “Berbuatlah
seolah-olah Anda sedang membaca tulisan tersebut dengan sudut pandang orang
lain,” katanya. Lebih bagus lagi, jika tulisan tersebut dibaca nyaring dan
direkam. Kemudian diputar dan simak, pada bagian mana yang terdengar kurang
enak. Perbaiki.
Keberhasilan dalam melakukan free writing akan
menumbuhkan kepercayaan diri. Kemudian hal itu dilakukan berulang-ulang
sehingga menulis menjadi aktivitas yang disukai. Nah, ketika sudah mulai jatuh
cinta dengan menulis, itulah tanda-tanda awal keberhasilan seseorang menjadi
penulis.
Hernowo, penulis buku Free Writing ini, memberikan beberapa kiat agar semua orang berhasil
menjadi penulis dengan teknik free writing. Salah satunya adalah, dengan
membaca tidak terlalu banyak (hal. 39). Berikutnya adalah membaca dengan suara
nyaring, sekitar 15 sampai 30 menit setiap hari. Dengan demikian, akan semakin
banyak hal yang ditangkap dan meresap ke dalam pikiran. Semua itu akan menjadi
bahan utama menulis bebas.
Yang terpenting dalam menulis bebas atau free writing adalah prosesnya. Maka,
nikmati prosesnya dan abaikan hasilnya (hal 119). Menulislah tanpa tekanan,
cepat tapi tidak terburu-buru. Cara ini, konon, juga sekaligus melatih
pengendalian emosi dan membuat tulisan jadi semakin mengalir. Tak perlu
berpikir bahwa hasilnya nanti salah atau benar. Bagus atau jelek. Yang
penting, proses menulis sudah dilalui.
Nanti akan ada waktu tersendiri untuk menyunting dan memperbaiki.
Buku Free
Writing ini sangat penting, bukan hanya untuk pemula, tetapi juga para
penulis professional yang mungkin seringkali mengalami writer’s block. Teknik menulis cepat tanpa jeda, bisa dipraktikkan
berkali-kali, sehingga nantinya terbiasa menulis dengan cepat dan mengalir.
Saya sudah mencobanya, dan bahkan saya juga meminta para peserta di kelas
menulis yang saya ampu untuk mencobanya. Hasilnya luar biasa. Kita bahkan tak
percaya, bahwa ternyata kita mampu menulis sebanyak itu dalam waktu yang
singkat.
Book Review #107. Review Free Writing. Karya Hernowo Hasim. Penerbit B First, Yogyakarta: Cetakan 1, 2017. 215 halaman.
Saya masih sering kesulitan menghilangkan keinginan untuk segera mengedit tulisan seketika itu juga. Barangkali harus latihan free writing lebih keras lagi. Terima kasih, ulasan yang menarik dan bermanfaat.
BalasHapussering kali kalau mau menulis kita terbebani dengan takut salah tata bahasa
BalasHapus